E-Sword Live

Senin, 28 April 2008

Keluarga Inti


Keluarga Inti adalah suatu lembaga yang diciptakan Allah secara exlusive (yang terdiri dari seorang suami sebagai kepala keluarga; seorang istri (sebagai penolong suami) dan anak (kepercayaan dari Tuhan untuk dididik dan diarahkan untuk hidup sesuai dengan perintah Tuhan. Misalnya, menghormati orang tua). Bila semua menjalankan fungsinya masing-masing, maka akan tercipta satu keharmonisan yang biasa dinamakan keharmonisan keluarga atau dengan kata lain keluarga yang bahagia (untuk jelasnya mengenai istilah keluarga inti ini, lihat http://id.wikipedia.org/wiki/Keluarga_inti)
Keluarga bahagia tentunya tidak hanya tampak dari muka yang senyum atau tertawa, tidak juga dengan penampilan rapi dalam berpakaian atau juga memiliki uang banyak tetapi tampak dari peran setiap individu di dalam keluarga inti tersebut. Artinya setiap orang menjalankan dan memaksimalkan perannya urusan ke dalam keluarganya maupun mempengaruhi dunianya dengan perannya secara baik.
Harus disadari bahwa hidup itu ada tahapnya dan setiap orang "wajib" memerankan perannya sesuai tahapnya.
Tahap 1: Tahap anak-anak (0-11 tahun)
Tahap ini secara ideal dikenal sebagai masa bermain
Tahap 2: Tahap remaja (12-20 tahun)
Tahap ini dikenal sebagai tahap transisi atau peralihan yang disertai dengan berbagai macam gejala menonjol baik secara fisik maupun psikis. Untuk hal ini gejala yang muncul pada laki-laki berbeda dengan gejala yang muncul pada perempuan sekalipun ada persamaan pada beberepa gejala, seperti munculnya bulu pada alat kelamin dan bulu ketek pada keteknya, dll. Secara psikis pada tahap ini pada umumnya remaja mulai mencari jati dirinya. Tidak jarang di antara mereka merasa sudah dewasa sehingga jangan heran kecenderungan untuk melawan dominasi orang tua tak jarang terjadi.
Tahap 3: Tahap Dewasa (21-30 tahun)
Sekalipun kedewasaan tidak selamanya diukur dari segi usia, namun usia pada tahap ini pada umumnya dipakai untuk mengukur kedewasaan seseorang. Pada tahap ini biasanya orang sudah mulai memikirkan untuk menikah. Pernikahan yang mereka dambakan tentunya pernikahan yang diridohi atau diberkati oleh Tuhan (atau dalam bahasa umumnya secara ideal keluarga yang bahagia). Pola pikir pada tahap ini tentunya tidak sama dengan ketika remaja yang sebagian besar berpikir ini masa-masa yang indah, saya tidak akan melewatkan begitu saja dan sebolehnya saya akan lama baru menikah.
Pesan dalam peran sebagai orang yang sudah hidup dalam keluarga inti, adalah tidak ada penyesalan dengan pernikahannya. Hal ini merupakan pesan yang tetap relevan dengan keluarga karena masuk dalam pernikahan adalah sebuah komitmen mengakhiri tahap kekanak-kanakan dan keremaja-remajaan. Artinya, ketika kita masuk dalam pernihakan itu berarti kita masuk dalam keluarga inti yang tidak ada campur tangan dari orang tua atau mertua dalam hal-hal keputusan dan prinsip hidup. Hal ini tidak berarti "kalau begitu kita boleh mengabaikan nasihat-nasihat orang tua atau keluarga di luar keluarga inti. Masukan mereka tentu sangat penting dan karenanya perlua dihargai dan ditampung, tetapi keputusan dan kebijakan haruslah lahir dari keluarga inti.
Keluarga inti sangat dihargai dan karena itu sangat dibela oleh Tuhan. Alkitab menjaga dan memelihara keluarga inti dengan cara melarang adanya perceraian (Mal 2:16; 1 Kor. 27:7; Matius 5:32); Ia mengatur keluarga agar suami-istri saling menghormati dan mengasihi (1 Pet. 3:1,7); agar anak-anak patuh pada orang tua.

Isu lain mengenai keluarga inti:
http://moracika.blogspot.com/

Tidak ada komentar: